Jumat, 16 Mei 2014

Makalah Pengertian,Perkembangan dan Cabang-Cabang Ulum Al-hadits

 PENGERTIAN, PERKEMBANGAN, DAN CABANG-CABANG
DARI ULUM AL-HADITS
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu:
Drs. Marsikhan Manshur, S.H.,M.Pd.I

Penyusun :
Yazid Dwi Prio Utomo
Khullatun Awwaliyah


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUNAN DRAJAT ( STAIDRA)
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang dikemas dengan format dan bahasa yang sederhana namun penuh manfaat. Makalah ini membahas tentang Pengertian, Perkembangan, dan Cabang-Cabang dari Ulum Al-Hadits”
Walaupun dalam bentuk yang sederhana, namun kami berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan sesuatu yang terbaik, meskipun menjumpai banyak kendala, terutama kendala karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami., namun kendala tersebut tidak menyurutkan niat kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Mengingat keterbatasan tersebut, sudah selayaknya penyusun mengharapkan partisipasi dari Pembaca, terutama kritik dan saran yang bersifat membangun. Sehingga pada kesempatan yang akan datang kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi.
Tak lupa pula, semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi mahasiswa serta mendatangkan manfaat yang baik bagi kehidupan kita baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan beragama dan bernegara. Amin.

Lamongan, 18 Oktober 2013

Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum islam yang ke dua setelah Al Quran. Sebagai sumber ajaran Islam yang sangat terpenting bagi umat Islam sebagai penjelasan dari Al Quran.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai hadits ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari makna, isi, serta kandungan hadits tersebut. Sehingga timbul beberapa hal yang melatar belakangi sejarah lahirnya ilmu hadits.                                                          .
Para ulama dan puqoha hadits sudah banyak sekali membuat formula - formula yang mengetengahkan mengenai pembahasan hadits ini baik itu pada masa sahabat terdahulu maupun pada masa tabi’in sampailah kepada masa kita sekarang ini. Pembahasan tersebut dimulai dari vasioliditas jalur periwayatannya yang disebut Sannad Hadits, sehingga sampai kepada kesahihan isi dari suatu hadits yang dikeluarkan oleh Rasulullah Saw, yang disebut sebagai matan hadits.                                           .                  
Baginda Rasulullah Saw, sebagai sumber keluarnya hadits tentu banyak sekali ucapan perbuatan dan penetapan beliau dalam menyampaikan sesuatu yan oleh ulama hadits disebut hadits dimanapun beliau berada dan kapanpun beliau menyampaikan fatwanya kepada para sahabat-sahabatnya hingga sampaikan hadits Rasulullah tersebut kepada masa kita sekarang ini.  
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka makalah ini akan mengkaji rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Apa definisi-definisi dari ulum al-hadits ?
2.         Apa saja macam-macam ulum al-hadits ?
3.         Bagaiman sejarah perkembangan dari ulum al-hadits ?
4.         Apa saja cabang-cabang dari ulum al-hadits ?
5.       Apa definisi dari cabang-cabang umu al-hadits ?

                                                                               
                                                                 
B.       Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin dicapai pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Mengetahui apa definisi-definisi dari ulum al-hadits.
2.         Mengetahui macam-macam ulum al-hadits.
3.         Memahami bagaiman sejarah perkembangan dari ulum al-hadits.
4.         Mengetahui apa saja cabang-cabang dari ulum al-hadits.
5.         Mengetahui definisi dari cabang-cabang ilmu al-hadits.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi-definisi Ulum al-Hadits
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (arabnya : ‘Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan science, sedangkan hadist secara etimologis, hadist memiliki makna jadid, qorib, dan khabar, Adapun pengertiannya sebagai berikut:
a.  Jadid, lawan qadim: yang baru (jamaknya hidast, hudatsa, dan huduts);
b.  Qorib: yang dekat, yang bekum lama terjadi;
c.   Khabar: warta, yakni: sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy, 1980 : 20)
Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli Hadist:
“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” (Mahmud Thahan, 1978 : 155)

Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli hadist banyak yang memberikan definisi ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:
Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkan”

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.

B.       Macam-macam Ulum al-Hadits
Menurut Asy-Syaikh ‘Atho dalam kitabnya اَلْقَوْلُ اَلْمُـعْتَبَرُ فيِ مُصْطَلَحِ أَهْـلِ الْأِثَرِ, ilmu hadits itu ada 2 macam, yaitu :
a.    Ilmu Hadits Diroyah
Yaitu ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang datang dari Nabi Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sebagainya. Dengan mempelajari ilmu ini dapat menjaga dan memantapkan hadits, sehingga dapat menghindari kesalahan saat mengutip segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. Penyusun pertama ilmu ini adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhri.[1]
b.   Ilmu Hadits Riwayah
Yaitu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad, matan, cara bagaimana menerima hadits, serta sifat-sifat para Perawi, dan sebagainya. Ilmu Hadits Diroyah ini terkenal dengan sebutan “ILMU MUSTHOLAH HADITS”, yang disusun pertama kali oleh Al Qodli Abu Muhammad Al Hasan bin Abdurrohman Ar Romahurmuzi.
Kedua ilmu tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ilmu Hadits Diroyah melengkapi Ilmu Hadits Riwayah, sehingga dapat diketahui apakah suatu hadits itu diterima atau ditolak.[2]

C.  Sejarah Perkembangan Ulum al-Hadits
Setiap orang yang mempelajari ilmu hadits ini harus mengetahui bahwasanya semua landasan dan aturan mendasar dari ilmu riwayat dan penukilan kabar itu sudah termaktub dalam Al-Qur`an dan sunnah. Di dalam Al-Qur`an Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS. Al-Hujurat: 6) Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam juga telah bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar sesuatu dariku kemudian dia sampaikan sebagaimana dia mendengarnya, maka bisa jadi orang yang disampaikan kepadanya itu lebih faham (tentang hadits itu) daripada orang yang mendengarnya (secara langsung)”. (HR. At-Tirmizi no. 2581 dari Ibnu Mas’ud)
Dalam riwayat lain:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ
هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ  بِفَقِيهٍ                                   
“Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengar hadits dariku lalu menghafalnya dan menyampaikannya kepada orang lain. Karena terkadang orang yang membawa fiqhi (hadits), dia menceritakannya kepada orang yang lebih faqih darinya, dan terkadang orang yang membawa fiqhi itu sendiri itu bukanlah orang yang faqih.” (HR. Abu Daud no. 3175, At-Tirmizi no. 2580, dan Ibnu Majah no. 226 dari Zaid bin Tsabit)
Dalam ayat dan hadits di atas terdapat landasan awal dari kewajiban meneliti dan memeriksa sebuah kabar sebelum kabar tersebut diterima. Juga menjadi landasan dalam hal bagaimana cara memeriksanya, memperhatikannya, menghafalnya, dan berhati-hati dalam menyampaikan kabar tersebut kepada orang lain.
Dan sebagai perwujudan dari perintah Allah dan Rasul-Nya ini, para sahabat radhiallahu anhum senantiasa melakukan tatsabbut (mengecek kebenaran) dalam menukil dan menerima sebuah kabar, terlebih lagi jika mereka meragukan kejujuran orang yang membawa kabar tersebut. Maka dari sisi inilah muncul pembahasan mengenai sanad sebuah kabar dan bagaimana pentingnya kedudukan sanad dalam menerima atau menolak suatu kabar. Disebutkan dalam Muqaddamah Shahih Muslim dari Muhammad bin Sirin bahwa beliau berkata, “Dahulu, mereka  tidak pernah mempertanyakan mengenai sanad suatu hadits. Tapi tatkala fitnah (kekacauan) telah terjadi, mereka sudah mulai bertanya (kepada orang yang menceritakan hadits), “Sebutkan kepada kami rijal (para penukil hadits) kalian. Maka dilihatlah orang yang disebutkan; Jika rijal yang dia sebutkan adalah ahlussunnah maka diterima hadits mereka, tapi jika yang disebutkan itu adalah ahli bid’ah maka tidak diterima hadits mereka “
Tatkala sebuah kabar tidak akan diterima kecuali setelah sanadnya diketahui (shahih), maka setelah itu muncullah ilmu al-jarh wa at-ta’dil dan muncul jugajarh (kritikan-kritikan) kepada para perawi, walaupun jarh ini masih jarang pada zaman itu (zaman tabi’i) dikarenakan masih sangat jarangnya rawi yang pantas untuk dijarh. Demikian halnya muncul pengenalan tentang hadits yang bersambung dan yang terputus sanadnya, serta pengenalan terhadap illat(cacat tersembunyi) pada hadits.
Kemudian setelah itu, para ulama memperluas pembahasan ilmu hadits ini sampai muncullah beberapa ilmu yang berkenaan dengan hadits dari sisi bagaimana cara mendengarnya dan juga cara menyempaikannya, ilmu tentang mana hadits yang mansukh  (hukumnya terhapus) dan mana hadits yang nasikh (yang menghapus hukumnya), bahkan ilmu yang membahas mengenai kata-kata asing yang terdapat dalam hadits. Hanya saja pada zaman itu, semua ilmu yang muncul ini masih diajarkan dari mulut ke mulut dan belum terbukukan.
Kemudian ilmu ini mengalami perkembangan berikutnya, sehingga semua ilmu di atas akhirnya mulai dituliskan. Walaupun pada saat itu penulisannya masih berhamburan, dalam artian masih terpencar dan tergabung dengan buku-buku dari disiplin ilmu yang lain -seperti ilmu fiqhi dan ushul fiqhi-, belum dituliskan dalam satu buku tersendiri. Contohnya adalah kitab Ar-Risalah dan Al-Umm yang keduanya merupakan karya Imam Asy-Syafi’i rahimahullah.
Akhirnya, tatkala ilmu hadits ini sudah sempurna dan istilah-istilah dalam ilmu hadits sudah baku serta setiap disiplin ilmu sudah berdiri sendiri -dan itu terjadi pada abad IV H-, para ulama sudah mulai membukukan ilmu musthalah hadits dalam kitab tersendiri. Dan para ulama menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menulis kitab hadits yang sudah berdiri sendiri adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdirrahman bin Khallad Ar-Ramahurmuzi -yang wafat pada tahun 360 H- dalam kitab beliau Al-Muhaddits Al-Fashil baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i.[3]
D.      Cabang-cabang Ulum al-Hadits
            Cabang-cabang dari ilmu hadits sangatlah banyak, bahkan Imam Suyuti mengatakan jumlahnya tak terhitung. Sedang al-Hazimi mengatakan: Ilmu Hadits terdiri dari pembahasan yang sangat banyak, mencapai seratusan jenis. Masing-masing merupakan ilmu tersendiri. Sehingga seandainya seorang menghabiskan usianya untuk mempelajarinya, maka tidak akan mengkajinya sampai tuntas.
Berikut ini beberapa dari cabang-cabang Ulum al-Hadits[4] :
١- عِلْمُ مـِيْزاَنِ الرِّجَالْ   
٢-مَـعْرِفَةُ الصَّحاَبَةِ
٣-عِلْمُ تاَرِيْخُ الرُّوَاةِ
٤-عِلْمُ تَأْوِيِلُ مُـشْكِلِ الْحَدِيْثِ
٥-عِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَـنْسُوْخِ
٦-عِلْمُ غَرِيْبُ الْحَدِيْثِ
٧-عِلْمُ عِلَلِ الْحَدِيْثِ
٨-مَعْرِفَةُ الْمَـوْضُوْعاَتِ
٩-عِلْمُ مُـخْتَلِفُ الْحَدِيْثِ وَمُشْكِلُهْ.


E.  Definisi dari Cabang-cabang Ulum al-Hadits
Dibawah ini akan diuraikan secara singkat definisi dari cabang-cabang Ilmu al-Hadits :
a.    Ilmu Mizan ar-Rijal (عِلْمُ مـِيْزاَنِ الرِّجَالْ)
الْعِلْمُ الِّذِيْ يَبْحَثُ فِيْ أَحْوَالِ الرُّوَاةِ مِـنْ حَيْثُ قَبُوُلِ رِوَايَاتِهـمْ أَوْرَدِّهَـا
Ilmu Mizan ar-Rijal ialah ilmu yang membahas tentang kwalitas para Perawi hadits. Misalnya apakah seorang Rowi itu terpercaya atau lemah atau pendusta dan sebagainya. Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena dengan bantuan ilmu ini dapat diketahui apakah suatu hadits itu shahih atau tidak, dan dapat diterima atau tidak.
Ilmu ini disebut “Ilmu Mizan ar-Rijal”, karena menimbang (menilai) perawi-perawi hadits. Ilmu ini juga disebut “Ilmu al-Jarh wat Ta’dil”, karena di dalamnya membicarakan tentang perawi-perawi yang cacat dan perawi-perawi yang adil.[5]
b.        Ma’rifatu as-Shahabat (مَـعْرِفَةُ الصَّحاَبَةِ)
Ilmu ini mendapat perhatian yang serius dari para ulama’ hadits, karena dengan ilmu ini dapt di ketahui sesuatu hadits itu muttasil tau mursal.
  
c.     Ilmu Tarikh ar-Ruwat (عِلْمُ تاَرِيْخُ الرُّوَاةِ)
العلم الذين يعرف برواة الحديث من الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث                     
Jadi  ilmu ini membahas tentang sejarah riwayat hidup dari pada perawi hadits, misalnya tentang tempat dan tanggal lahirnya, tanggal wafatnya, guru-gurunya, aliran madzhab yang di anutnya, negeri-negeri yang oernah di kunjunginya/didiaminya dan sebagainya.[6]

d.   Ilmu Ta’wil Musykil al-Hadits (عِلْمُ تَأْوِيِلُ مُـشْكِلِ الْحَدِيْثِ)
Ilmu ini mempelajari cara-cara mengkompromikan dua hadits yang tampaknya bertentangan, ilmu ini juga bisa di sebut “Ilmu Mukhtalif Al-Hadits Wa Musykiluh”.
Dapat juga diartikan ilmu yang membahas hadits-hadits yang tampaknya saking bertentangan,lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya, di samping membahas hadist yang sulit di fahami atau di mengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.
Ilmu ini sangat penting sekali di pelajari, karena dengan ilmu ini kita dapat menghilangkan kemusykilan-kemusykilan terhadap hadits-hadits nabi yang tampaknya bertentangan dan dengan demikian kita menjadi puas dan mantap dalam mengamalkan hadits-hadits yang bersangkutan.

e.    Ilmu Nasikh dan Mansukh al-hadits (عِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَـنْسُوْخِ)
Ilmu ini membahas tentang hadits-hadits yang sudah di nasakh ( tidak berlaku hukumnya) dan hadits-hadits yang menasakkan.

f.      Ilmu Ghorib al-Hadits (عِلْمُ غَرِيْبُ الْحَدِيْثِ)
Ilmu gharibul hadits ialah ilmu yang membahas kata-kata yang d=sukar di pahami, karena jarang di pakai. Ulama’ memberikan perhatian besar terhadapnya karena memberikan manfaat berupa pengenalan lebih jauh dan pemahaman kata-kata hadits, sebab sulit bagi seseorang untuk meriwayatkan apa yang tidak di pahaminya atau memindahkan apa yang tidak bisa di sampaikannya dengan baik.[7]
g.        Ilmu ‘Ilal al-Hadits (عِلْمُ عِلَلِ الْحَدِيْثِ)
Ilmu Ilal Hadith adalah ilmu yang mempelajari sebab-sebab khusus/ yang tersembunyi yang dapat merusak keabsahan hadits. misalnya hadits yang terputus, memasukkan suatu hadist ke hadits lain.
Ada dua tempat yang bisa diindikasikan sebagai tempat cacatnya suatu hadith. Yang pertama yaitu sanad dan yang kedua yaitu matan. Ilmu ilal Hadist juga bisa diartikan sebagai penentuan mengenai hadith dhaif.

h.   Ma’rifatul Maudlu’at (مَعْرِفَةُ الْمَـوْضُوْعاَتِ)
 Ilmu ini membahas tentang hadits-hadits palsu, ciri-cirinya, golongan-golongannya, dan oknum-oknum yang membuatnya dan motif-motif pemalsuannya.
i.  Ilmu Mustholah Al Hadits  (عِلْم مصطلحالحديث )
Ilmu mustholah al hadits juga bisa di sebut ilmu ushulur riwayah, yang artinya ilmu yang membahas tentang hakikatnya periwayatan,syarat-syaratnya, macam-macamnya, keadaan perwinya, syarat-syarat menjadi perawi, macam-macam yang di riwayatkan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. [8]








BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
a.    Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (arabnya : ‘Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan science.
b.   Macam-macam ulum al hadits ada dua maca
1.    Ilmu Hadits Diroyah
            Yaitu ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang datang dari Nabi Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sebagainya.
2.     Ilmu Hadits Riwayah
                        Yaitu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad, matan, cara bagaimana menerima hadits, serta sifat-sifat para Perawi, dan sebagainya. Ilmu Hadits Diroyah ini terkenal dengan sebutan “ILMU MUSTHOLAH HADITS.
c.         Berikut ini beberapa dari cabang-cabang Ulum al-Hadits:
١- عِلْمُ مـِيْزاَنِ الرِّجَالْ   
٢-مَـعْرِفَةُ الصَّحاَبَةِ
٣-عِلْمُ تاَرِيْخُ الرُّوَاةِ
٤-عِلْمُ تَأْوِيِلُ مُـشْكِلِ الْحَدِيْثِ
٥-عِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَـنْسُوْخِ
٦-عِلْمُ غَرِيْبُ الْحَدِيْثِ
٧-عِلْمُ عِلَلِ الْحَدِيْث
٨-مَعْرِفَةُ الْمَـوْضُوْعاَتِ
٩-عِلْمُ مُـخْتَلِفُ الْحَدِيْثِ وَمُشْكِلُهْ.
3.    Saran
Demikian persembahan makalah kami yang sangat amat penuh dengan kekurangan, karena kami hanyalah manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan lupa. Untuk itu, kritik dan saran dari yang membangun dari teman-teman sangat kami harapkan, demi perbaikan makalah-makalah kami mendatang, terima kasih.







  



Daftar Pustaka

Hafizd hasan al mas’ud, mustholah Al Hadits, hlm 8
Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm,103
Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 122
Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 104



[1] Hafizd hasan al mas’ud, mustholah Al Hadits, hlm 8
[2] Ibid, hlm 9
[3] Ibid, hml 102
[4] Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm,103
[5] Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 104
[6] M.ajaj alkhatib, ushul al hadits ( jakarta: gaya media pratama, 1998 ) hlm, 227

[7] Ibid, hlm 252
[8] Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar