PENGERTIAN, PERKEMBANGAN, DAN CABANG-CABANG
DARI ULUM
AL-HADITS
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits
Dosen Pengampu:
Drs. Marsikhan
Manshur, S.H.,M.Pd.I
Penyusun :
Yazid Dwi Prio Utomo
Khullatun Awwaliyah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (
PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUNAN DRAJAT
( STAIDRA)
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
dikemas dengan format dan bahasa yang sederhana namun penuh manfaat. Makalah
ini membahas tentang “Pengertian, Perkembangan, dan Cabang-Cabang dari Ulum
Al-Hadits”
Walaupun
dalam bentuk yang sederhana, namun kami berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan sesuatu yang terbaik, meskipun menjumpai banyak kendala, terutama
kendala karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami., namun kendala
tersebut tidak menyurutkan niat kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Mengingat
keterbatasan tersebut, sudah selayaknya penyusun mengharapkan partisipasi dari
Pembaca, terutama kritik dan saran yang bersifat membangun. Sehingga pada
kesempatan yang akan datang kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi.
Tak
lupa pula, semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa serta mendatangkan manfaat yang baik bagi kehidupan kita baik dalam
kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan beragama dan bernegara. Amin.
Lamongan, 18 Oktober 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits
merupakan sumber hukum islam yang ke dua setelah Al Quran. Sebagai sumber
ajaran Islam yang sangat terpenting bagi umat Islam sebagai penjelasan dari Al
Quran.
Oleh
karena itu, pembahasan mengenai hadits ini sangat penting untuk diketahui dan
dipelajari makna, isi, serta kandungan hadits tersebut. Sehingga timbul beberapa
hal yang melatar belakangi sejarah lahirnya ilmu hadits.
.
Para ulama dan puqoha hadits sudah banyak sekali membuat
formula - formula yang mengetengahkan mengenai pembahasan hadits ini baik itu
pada masa sahabat terdahulu maupun pada masa tabi’in sampailah kepada masa kita
sekarang ini. Pembahasan tersebut dimulai dari vasioliditas jalur
periwayatannya yang disebut Sannad Hadits, sehingga sampai kepada kesahihan isi
dari suatu hadits yang dikeluarkan oleh Rasulullah Saw, yang disebut sebagai
matan hadits. .
Baginda Rasulullah Saw, sebagai sumber keluarnya hadits
tentu banyak sekali ucapan perbuatan dan penetapan beliau dalam menyampaikan
sesuatu yan oleh ulama hadits disebut hadits dimanapun beliau berada dan
kapanpun beliau menyampaikan fatwanya kepada para sahabat-sahabatnya hingga
sampaikan hadits Rasulullah tersebut kepada masa kita sekarang ini.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka
makalah ini akan mengkaji rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa definisi-definisi dari ulum al-hadits ?
2.
Apa saja macam-macam ulum al-hadits ?
3.
Bagaiman sejarah perkembangan dari ulum al-hadits ?
4.
Apa saja cabang-cabang dari ulum al-hadits ?
5. Apa definisi dari cabang-cabang umu al-hadits ?
B. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin dicapai pada makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui apa definisi-definisi dari ulum al-hadits.
2.
Mengetahui macam-macam ulum al-hadits.
3.
Memahami bagaiman sejarah perkembangan dari ulum al-hadits.
4.
Mengetahui apa saja cabang-cabang dari ulum al-hadits.
5.
Mengetahui definisi dari cabang-cabang ilmu al-hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi-definisi Ulum al-Hadits
Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits
(arabnya : ‘Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata
yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge,
dan science, sedangkan hadist secara etimologis, hadist memiliki makna jadid,
qorib, dan khabar, Adapun pengertiannya sebagai berikut:
a. Jadid, lawan qadim: yang baru (jamaknya hidast,
hudatsa, dan huduts);
b. Qorib: yang dekat, yang bekum lama terjadi;
c. Khabar: warta, yakni: sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy, 1980 : 20)
Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli Hadist:
“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” (Mahmud Thahan, 1978 : 155)
“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW” (Mahmud Thahan, 1978 : 155)
Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan
dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli hadist banyak yang memberikan definisi
ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:
“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkan”
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang
membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.
B.
Macam-macam Ulum al-Hadits
Menurut
Asy-Syaikh ‘Atho dalam kitabnya اَلْقَوْلُ اَلْمُـعْتَبَرُ فيِ
مُصْطَلَحِ أَهْـلِ الْأِثَرِ,
ilmu hadits itu ada 2 macam, yaitu :
a. Ilmu
Hadits Diroyah
Yaitu ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang datang dari
Nabi Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sebagainya. Dengan mempelajari
ilmu ini dapat menjaga dan memantapkan hadits, sehingga dapat menghindari
kesalahan saat mengutip segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw.
Penyusun pertama ilmu ini adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhri.[1]
b. Ilmu
Hadits Riwayah
Yaitu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad,
matan, cara bagaimana menerima hadits, serta sifat-sifat para Perawi, dan
sebagainya. Ilmu Hadits Diroyah ini terkenal dengan sebutan “ILMU MUSTHOLAH
HADITS”, yang disusun pertama kali oleh Al Qodli Abu Muhammad Al Hasan bin Abdurrohman
Ar Romahurmuzi.
Kedua ilmu tersebut tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Ilmu Hadits Diroyah melengkapi Ilmu Hadits Riwayah, sehingga dapat
diketahui apakah suatu hadits itu diterima atau ditolak.[2]
C. Sejarah
Perkembangan Ulum al-Hadits
Setiap orang yang mempelajari ilmu hadits ini harus
mengetahui bahwasanya semua landasan dan aturan mendasar dari ilmu riwayat dan
penukilan kabar itu sudah termaktub dalam Al-Qur`an dan sunnah. Di dalam
Al-Qur`an Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam juga telah bersabda:
نَضَّرَ
اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ
مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang
mendengar sesuatu dariku kemudian dia sampaikan sebagaimana dia mendengarnya,
maka bisa jadi orang yang disampaikan kepadanya itu lebih faham (tentang hadits
itu) daripada orang yang mendengarnya (secara langsung)”. (HR. At-Tirmizi no. 2581 dari Ibnu Mas’ud)
Dalam
riwayat lain:
نَضَّرَ اللَّهُ
امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ
فِقْهٍ إِلَى مَنْ
هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ
وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga
Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengar hadits dariku lalu
menghafalnya dan menyampaikannya kepada orang lain. Karena terkadang orang yang
membawa fiqhi (hadits), dia menceritakannya kepada orang yang lebih faqih
darinya, dan terkadang orang yang membawa fiqhi itu sendiri itu bukanlah orang
yang faqih.” (HR. Abu Daud
no. 3175, At-Tirmizi no. 2580, dan Ibnu Majah no. 226 dari Zaid bin Tsabit)
Dalam
ayat dan hadits di atas terdapat landasan awal dari kewajiban meneliti dan
memeriksa sebuah kabar sebelum kabar tersebut diterima. Juga menjadi landasan
dalam hal bagaimana cara memeriksanya, memperhatikannya, menghafalnya, dan
berhati-hati dalam menyampaikan kabar tersebut kepada orang lain.
Dan sebagai perwujudan dari perintah Allah
dan Rasul-Nya ini, para sahabat radhiallahu anhum senantiasa melakukan
tatsabbut (mengecek kebenaran) dalam menukil dan menerima sebuah kabar,
terlebih lagi jika mereka meragukan kejujuran orang yang membawa kabar
tersebut. Maka dari sisi inilah muncul pembahasan mengenai sanad sebuah
kabar dan bagaimana pentingnya kedudukan sanad dalam menerima atau menolak
suatu kabar. Disebutkan dalam Muqaddamah Shahih Muslim dari Muhammad bin Sirin
bahwa beliau berkata, “Dahulu,
mereka tidak pernah mempertanyakan
mengenai sanad suatu hadits. Tapi tatkala fitnah (kekacauan) telah terjadi,
mereka sudah mulai bertanya (kepada orang yang menceritakan hadits), “Sebutkan
kepada kami rijal (para penukil hadits) kalian. Maka dilihatlah orang yang
disebutkan; Jika rijal yang dia sebutkan adalah ahlussunnah maka diterima
hadits mereka, tapi jika yang disebutkan itu adalah ahli bid’ah maka tidak
diterima hadits mereka “
Tatkala
sebuah kabar tidak akan diterima kecuali setelah sanadnya diketahui (shahih),
maka setelah itu muncullah ilmu al-jarh wa at-ta’dil dan muncul jugajarh (kritikan-kritikan) kepada para
perawi, walaupun jarh ini masih jarang pada zaman itu (zaman tabi’i)
dikarenakan masih sangat jarangnya rawi yang pantas untuk dijarh.
Demikian halnya muncul pengenalan tentang hadits yang bersambung dan yang
terputus sanadnya, serta pengenalan terhadap illat(cacat
tersembunyi) pada hadits.
Kemudian
setelah itu, para ulama memperluas pembahasan ilmu hadits ini sampai muncullah
beberapa ilmu yang berkenaan dengan hadits dari sisi bagaimana cara
mendengarnya dan juga cara menyempaikannya, ilmu tentang mana hadits yang mansukh (hukumnya
terhapus) dan mana hadits yang nasikh (yang menghapus hukumnya), bahkan ilmu
yang membahas mengenai kata-kata asing yang terdapat dalam hadits. Hanya saja
pada zaman itu, semua ilmu yang muncul ini masih diajarkan dari mulut ke mulut
dan belum terbukukan.
Kemudian
ilmu ini mengalami perkembangan berikutnya, sehingga semua ilmu di atas akhirnya
mulai dituliskan. Walaupun pada saat itu penulisannya masih berhamburan, dalam
artian masih terpencar dan tergabung dengan buku-buku dari disiplin ilmu yang
lain -seperti ilmu fiqhi dan ushul fiqhi-, belum dituliskan dalam satu buku
tersendiri. Contohnya adalah kitab Ar-Risalah dan Al-Umm yang keduanya
merupakan karya Imam Asy-Syafi’i rahimahullah.
Akhirnya, tatkala ilmu hadits ini sudah
sempurna dan istilah-istilah dalam ilmu hadits sudah baku serta setiap disiplin
ilmu sudah berdiri sendiri -dan itu terjadi pada abad IV H-, para ulama sudah
mulai membukukan ilmu musthalah hadits dalam kitab tersendiri. Dan para ulama
menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menulis kitab hadits yang sudah
berdiri sendiri adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdirrahman bin
Khallad Ar-Ramahurmuzi -yang wafat pada tahun 360 H- dalam kitab beliau
Al-Muhaddits Al-Fashil baina Ar-Rawi wa Al-Wa’i.[3]
D. Cabang-cabang
Ulum al-Hadits
Cabang-cabang dari ilmu hadits
sangatlah banyak, bahkan Imam Suyuti mengatakan jumlahnya tak terhitung. Sedang
al-Hazimi mengatakan: Ilmu Hadits terdiri dari pembahasan yang sangat
banyak, mencapai seratusan jenis. Masing-masing merupakan ilmu tersendiri.
Sehingga seandainya seorang menghabiskan usianya untuk mempelajarinya, maka
tidak akan mengkajinya sampai tuntas.
Berikut
ini beberapa dari cabang-cabang Ulum al-Hadits[4]
:
١- عِلْمُ مـِيْزاَنِ الرِّجَالْ
٢-مَـعْرِفَةُ الصَّحاَبَةِ
٣-عِلْمُ تاَرِيْخُ الرُّوَاةِ
٤-عِلْمُ تَأْوِيِلُ مُـشْكِلِ الْحَدِيْثِ
٥-عِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَـنْسُوْخِ
٦-عِلْمُ غَرِيْبُ الْحَدِيْثِ
٧-عِلْمُ عِلَلِ الْحَدِيْثِ
٨-مَعْرِفَةُ الْمَـوْضُوْعاَتِ
٩-عِلْمُ مُـخْتَلِفُ الْحَدِيْثِ وَمُشْكِلُهْ.
E. Definisi
dari Cabang-cabang Ulum al-Hadits
Dibawah ini akan diuraikan secara singkat
definisi dari cabang-cabang Ilmu al-Hadits :
a. Ilmu Mizan
ar-Rijal (عِلْمُ مـِيْزاَنِ الرِّجَالْ)
الْعِلْمُ الِّذِيْ يَبْحَثُ
فِيْ أَحْوَالِ الرُّوَاةِ مِـنْ حَيْثُ قَبُوُلِ رِوَايَاتِهـمْ أَوْرَدِّهَـا
Ilmu Mizan ar-Rijal ialah ilmu yang membahas
tentang kwalitas para Perawi hadits. Misalnya apakah seorang Rowi itu
terpercaya atau lemah atau pendusta dan sebagainya. Ilmu ini sangat penting
dipelajari, karena dengan bantuan ilmu ini dapat diketahui apakah suatu hadits
itu shahih atau tidak, dan dapat diterima atau tidak.
Ilmu ini disebut “Ilmu Mizan ar-Rijal”, karena
menimbang (menilai) perawi-perawi hadits. Ilmu ini juga disebut “Ilmu al-Jarh
wat Ta’dil”, karena di dalamnya membicarakan tentang perawi-perawi yang cacat
dan perawi-perawi yang adil.[5]
b.
Ma’rifatu as-Shahabat (مَـعْرِفَةُ الصَّحاَبَةِ)
Ilmu ini mendapat perhatian yang serius dari para ulama’
hadits, karena dengan ilmu ini dapt di ketahui sesuatu hadits itu muttasil tau
mursal.
c. Ilmu
Tarikh ar-Ruwat (عِلْمُ تاَرِيْخُ الرُّوَاةِ)
العلم الذين يعرف برواة الحديث من الناحية التي تتعلق بروايتهم
للحديث
Jadi ilmu ini
membahas tentang sejarah riwayat hidup dari pada perawi hadits, misalnya
tentang tempat dan tanggal lahirnya, tanggal wafatnya, guru-gurunya, aliran
madzhab yang di anutnya, negeri-negeri yang oernah di kunjunginya/didiaminya
dan sebagainya.[6]
d.
Ilmu Ta’wil Musykil al-Hadits (عِلْمُ تَأْوِيِلُ مُـشْكِلِ الْحَدِيْثِ)
Ilmu ini mempelajari cara-cara mengkompromikan dua hadits
yang tampaknya bertentangan, ilmu ini juga bisa di sebut “Ilmu Mukhtalif Al-Hadits Wa Musykiluh”.
Dapat juga diartikan ilmu yang membahas hadits-hadits
yang tampaknya saking bertentangan,lalu menghilangkan pertentangan itu atau
mengkompromikannya, di samping membahas hadist yang sulit di fahami atau di
mengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.
Ilmu ini sangat penting sekali di pelajari, karena dengan
ilmu ini kita dapat menghilangkan kemusykilan-kemusykilan terhadap
hadits-hadits nabi yang tampaknya bertentangan dan dengan demikian kita menjadi
puas dan mantap dalam mengamalkan hadits-hadits yang bersangkutan.
e. Ilmu
Nasikh dan Mansukh al-hadits (عِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَـنْسُوْخِ)
Ilmu ini membahas tentang hadits-hadits yang sudah di
nasakh ( tidak berlaku hukumnya) dan hadits-hadits yang menasakkan.
f. Ilmu Ghorib al-Hadits (عِلْمُ غَرِيْبُ الْحَدِيْثِ)
Ilmu gharibul hadits ialah ilmu yang membahas kata-kata
yang d=sukar di pahami, karena jarang di pakai. Ulama’ memberikan perhatian
besar terhadapnya karena memberikan manfaat berupa pengenalan lebih jauh dan
pemahaman kata-kata hadits, sebab sulit bagi seseorang untuk meriwayatkan apa
yang tidak di pahaminya atau memindahkan apa yang tidak bisa di sampaikannya
dengan baik.[7]
g.
Ilmu ‘Ilal
al-Hadits (عِلْمُ عِلَلِ الْحَدِيْثِ)
Ilmu Ilal
Hadith adalah ilmu yang mempelajari sebab-sebab khusus/ yang tersembunyi yang
dapat merusak keabsahan hadits. misalnya hadits yang terputus, memasukkan suatu
hadist ke hadits lain.
Ada dua tempat
yang bisa diindikasikan sebagai tempat cacatnya suatu hadith. Yang pertama yaitu sanad dan yang
kedua yaitu matan. Ilmu ilal Hadist juga bisa diartikan sebagai penentuan
mengenai hadith dhaif.
h.
Ma’rifatul
Maudlu’at (مَعْرِفَةُ الْمَـوْضُوْعاَتِ)
Ilmu ini membahas
tentang hadits-hadits palsu, ciri-cirinya, golongan-golongannya, dan
oknum-oknum yang membuatnya dan motif-motif pemalsuannya.
i. Ilmu Mustholah Al
Hadits (عِلْم مصطلحالحديث )
Ilmu mustholah al hadits juga bisa di sebut ilmu ushulur
riwayah, yang artinya ilmu yang membahas tentang hakikatnya
periwayatan,syarat-syaratnya, macam-macamnya, keadaan perwinya, syarat-syarat
menjadi perawi, macam-macam yang di riwayatkan dan hal-hal yang berhubungan
dengan itu. [8]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a. Ulumul Hadits adalah istilah ilmu
hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (arabnya : ‘Ulum al-Hadits). Dari segi
bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadist, secara
sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan science.
b.
Macam-macam
ulum al hadits ada dua maca
1. Ilmu Hadits Diroyah
Yaitu ilmu yang membicarakan segala
sesuatu yang datang dari Nabi Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
dan sebagainya.
2.
Ilmu Hadits Riwayah
Yaitu
ilmu untuk mengetahui keadaan sanad, matan, cara bagaimana menerima hadits,
serta sifat-sifat para Perawi, dan sebagainya. Ilmu Hadits Diroyah ini terkenal
dengan sebutan “ILMU MUSTHOLAH HADITS”.
c.
Berikut ini beberapa dari cabang-cabang Ulum al-Hadits:
١- عِلْمُ مـِيْزاَنِ الرِّجَالْ
٢-مَـعْرِفَةُ الصَّحاَبَةِ
٣-عِلْمُ تاَرِيْخُ الرُّوَاةِ
٤-عِلْمُ تَأْوِيِلُ مُـشْكِلِ الْحَدِيْثِ
٥-عِلْمُ النَّاسِخِ وَالْمَـنْسُوْخِ
٦-عِلْمُ غَرِيْبُ الْحَدِيْثِ
٧-عِلْمُ عِلَلِ الْحَدِيْث
٨-مَعْرِفَةُ الْمَـوْضُوْعاَتِ
٩-عِلْمُ
مُـخْتَلِفُ الْحَدِيْثِ وَمُشْكِلُهْ.
3.
Saran
Demikian
persembahan makalah kami yang sangat amat penuh dengan kekurangan, karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan lupa. Untuk itu,
kritik dan saran dari yang membangun dari teman-teman sangat kami harapkan, demi perbaikan makalah-makalah kami mendatang,
terima
kasih.
Daftar
Pustaka
Hafizd
hasan al mas’ud, mustholah Al Hadits, hlm 8
Masjfuk
zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm,103
Masjfuk
zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 122
Masjfuk
zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 104
[1]
Hafizd hasan al mas’ud, mustholah
Al Hadits, hlm 8
[2]
Ibid, hlm 9
[3] Ibid, hml 102
[5] Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu hadits (surabaya:
PT. Bina ilmu ) hlm, 104
[6] M.ajaj alkhatib, ushul al hadits ( jakarta:
gaya media pratama, 1998 ) hlm, 227
[7]
Ibid, hlm 252
[8]
Masjfuk zuhdi, pengantar ilmu
hadits (surabaya: PT. Bina ilmu ) hlm, 122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar